JAKARTA, KOMPAS.com - Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) menorehkan prestasi dengan meraih gelar juara pertama dalam
Campaign Competition, yang merupakan rangkaian acara Public Relations Week 2011, Selasa (19/7/2011) di Jakarta. PR Week adalah acara tahunan yang digagas EGA briefings dan International Public Relations Associations (IPRA).
Pada kompetisi yang dilaksanakan di Hotel Nikko ini, tiga mahasiswa jurusan Humas Fikom Unpad angkatan 2009 terdiri dari Aria Alifie Nurfikry, Nada Arina Romli dan Balgis Alkaff mempresentasikan sebuah proposal Kampanye Public Relations dengan judul Facing Global Issues In Indonesia With The Spirit of Gotong Royong. Mereka mengungguli dua finalis lain dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta.
Para juri yang antara lain terdiri dari Elizabeth Goenawan Ananto (mantan Presiden IPRA), Don W. Stacks (Associate Dean - School of Communication - University of Miami, Amerika Serikat), Ridwan Nyak Baik dan Vera Sumarlin, memberi penilaian tertinggi pada proposal kampanye yang dibuat oleh Tim Mahasiswa Humas Fikom Unpad.
Salah satunya adalah keberhasilan dan kejelian trio ini menyelaraskan konsep program kampanye yang mereka buat dengan tema yang disodorkan panitia, yaitu
Preserving National Values in Global Dynamics : The Role of Public Relations. Bagi Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat Unpad, ini merupakan kali kedua berhasil menjuari kompetisi yang sama. Pada ajang
campaign competition PR Week 2009 juga berhasil meraih juara pertama.
"Kompetisi kampanye di PR Week merupakan wadah menumbuhkembangkan potensi mahasiswa
public relations kami agar semakin siap mengambil peran dalam dinamisnya dunia
public relations. Dan kami senantiasanya mendukung upaya mereka untuk membentuk karakter yang kuat dan siap dalam iklim yang semakin kompetitif," jelas Suwandi Sumartias, Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat Fikom Unpad.
Capaian prestasi ini melewati 2 babak dari penyisihan hingga final. Pada babak penyisihan, finalis harus berjuang keras untuk melewati tahap seleksi ketat yang diikuti oleh 25 tim dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia. Turut serta beberapa di antaranya : Universitas Indonesia Jakarta, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Pelita Harapan dan Universitas Atmajaya.
(DAS)
Mahasiswa Fikom Unpad Raih Prestasi di Asia Pacific Media Forum 2010V
Semua berawal dari pemanfaatan jejaring sosial twitter. Di saat banyak orang menggunakan media tersebut sebatas untuk berkenalan atau mencurahkan perasaan di dunia maya, Aisha justru menggunakannya untuk mencari ilmu baru. Ia mendapatkan informasi tentang lomba esai di ajang Asia-Pasifik itu melalui jejaring sosial tersebut.
Hari Jumat (18/6) bertempat di Aula Moestopo Fikom Unpad Jatinangor, esai Aisha dan Mutiara kembali dipresentasikan. Dari sejumlah tema yang disediakan oleh panitia, keduanya sepakat memilih tema conventional media vs social media karena sesuai dengan konsentrasi di jurusan yang mereka dalami. Dengan judul “The Power of Media”, karya tulis mereka membandingkan kekuatan yang dimiliki antara media konvensional dengan media sosial internet seperti facebook, twitter, youtube, dan lain sebagainya.
“Kita tidak bisa menghindari penggunaan media,” tutur Aisha menjelaskan relevansi karya tulis mereka dengan kondisi yang terjadi saat ini. Dalam hal penggunaan internet saja kini mobile internet sudah semakin memasyarakat seiring semakin canggihnya teknologi telepon selular.
Di Indonesia sendiri, penggunaan mobile internet itu termasuk di antara yang tertinggi di dunia. Maka tak heran jika pengaruh media sosial yang memanfaatkan teknologi internet pun semakin tinggi. Dalam presentasinya, Mutiara menunjukan bahwa pencarian sumber informasi dan berita sudah bergeser dalam kurun waktu 200 tahun terakhir. Jika dulu orang lebih banyak memanfaatkan media konvensional seperti surat kabar, radio, dan televise, kini semakin banyak yang beralih ke media lain seperti search engine dan jejaring sosial internet.
Perubahan tersebut mungkin banyak dipengaruhi oleh pola hubungan yang ditawarkan media sosial tersebut berbeda dari yang ditawarkan media konvensional. Di saat pilihan dan kuasa atas isi pesan media konvensional masih ada di tangan media tersebut, pilihan dan kuasa justru diberikan pada pengguna di media sosial. Mereka bisa secara bebas memilih apa yang ingin dicari di antara jutaan sumber informasi yang tersedia.
Selain itu, sifat media sosial yang mengurangi interaksi personal yang langsung juga bisa jadi memenuhi kebutuhan orang-orang tertentu dengan lebih baik. Orang-orang pendiam adalah di antaranya. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya mampu keluar dari “cangkangnya” saat berinteraksi di dunia maya pada media sosial.
Kondisi ini harus disadari tidak hanya sebagai peluang melainkan juga tantangan. Berbagai persoalan masih muncul dari media digital. Selain sistem media online yang rumit, literasi media juga masih kurang untuk memastikan media-media tersebut dipergunakan masyarakat secara betanggung jawab.
Saat ditanyai tentang apa yang mungkin menyebabkan tim mereka dipilih sebagai tiga terbaik, Aisha dan Mutiara mengaku tidak tahu pasti. “Tapi berbeda dengan tim lain yang selalu menggunakan istilah consumer, kami menggunakan istilah audience,” ungkap Aisha mencoba menjelaskan kelebihan timnya dari yang lain. Pemahaman akan perbedaan kedua istilah tersebut sudah mereka dapatkan dari perkuliahan di kampus.
Sementara itu, Dr. Eni Maryani, Dra.M.Si., seorang dosen yang sempat mengajar kedua mahasiswi itu di Fikom mengaku tidak terkejut saat tahu tentang keberhasilan keduanya. Eni menjelaskan, “Mereka tekun, telaten, dan selalu ingin tahu. Kalau dilihat sepintas memang pendiam tapi setelah digali ternyata kemampuan analisisnya cukup baik dan mereka familiar dengan teknologi.”
Dosen yang satu itu menuturkan bahwa kini dosen perannya lebih pada memfasilisasi mahasiswa dengan perspektif dan pemahaman mendasar. Hal itu menjadi bekal bagi mahasiswa untuk berpikir teoritis dan analitis. Menurut Eni, pencapaian kedua mahasiswanya itu menunjukan bahwa mereka tidak hanya menggunakan teknologi secara pasif, melainkan dengan kritis. “Jadi tidak jadi konsumen saja,” sebutnya.
Aisha sendiri menyatakan bahwa tetap merasa bodoh dan jangan cepat puas setelah dapat ilmu dari kampus adalah yang selama ini ia lakukan. Sementara Mutiara pun menambahkan, aktif dan selalu bergairah untuk mencapai lebih dari yang sudah ada itu penting. Pola pikir seperti ini mungkin baik untuk ditularkan kepada mahasiswa lainnya.